MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta, – Sidang lanjutan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta Selatan. Pada sidang kelima belas ini ada pemandangan unik. Karena ada seorang bocah dari massa penentang Ahok yang menyapu jalanan.
Bocah penyapu Jalan RM Harsono, lokasi konsentrasi massa penentang Ahok menyampaikan orasi itu bernama Zaki. Jebolan kelas 3 sekolah SD 04 Menteng, Jakarta Pusat ini mengaku berusia 14 tahun. Saat ini Zaki telah berhenti sekolah dan pindah rumah ke kawasan Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Zaki mengaku selalu mengikuti setiap sidang Ahok, ia diajak oleh rombongan dari Tanjung Priuk. Anak ketiga dari 5 bersaudara ini selalu membawa sapu lidi dari rumah untuk kemudian membersihkan area orasi dari kotoran sanpah.
“Saya peduli kebersihan. Jadi mau menyapu jalan,” kata Zaki dengan polosnya kepada kami, Selasa (21/3/2017).
Menyapu jalan, ujar Zaki merupakan bentuk kepedulian terhadap Islam yang cinta kebersihan. Apalagi aksi tersebut dilakukan agar aksi Ahok dipenjara bisa terlihat bersih dan tidak ada sampah yang berserakan. Karena ada saja massa yang membuang sampah secara sembarangan. Zaki juga berharap Ahok penista agama bisa dihukum penjara.
“Saya nyapu jalanan ikhlas, tidak dibayar. Ini juga saya lakukan untuk membela Islam,” jelasnya.
Dalam menyapu jalanan Zaki juga mengenakan baju serba putih seperti yang dilakukan massa penentang Ahok lainnya. Terlihat keringat bercucuran dari badannya saat menyapu jalanan. Namun ia tampak senang menyapu jalanan dengan tidak memperdulikan teriknya panas matahari.
Ahok didakwa secara sengaja menghina Al Quran Surat Al Maidah Ayat 51 saat mengunjungi Pulau Pramuka, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Pulau Seribu, pada 27 September 2016. Jaksa menyebut, pernyataan Ahok berpotensi menyebabkan permusuhan dan melakukan penodaan agama Islam. Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (Bams)